Beranda | Artikel
Larangan Melihat Wanita yang Bukan Mahram
Rabu, 11 September 2024

Bersama Pemateri :
Ustadz Mubarak Bamualim

Larangan Melihat Wanita yang Bukan Mahram adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan kitab Riyadhus Shalihin Min Kalam Sayyid Al-Mursalin. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Mubarak Bamualim, Lc., M.H.I. pada Selasa, 6 Rabiul Awal 1446 H / 10 September 2024 M.

Kajian Tentang Larangan Melihat Wanita yang Bukan Mahram

Kita masih membahas bab tentang larangan melihat wanita asing atau wanita yang bukan mahram, demikian pula larangan melihat anak muda yang dapat menimbulkan fitnah, yang dalam bahasa Arab disebut al-amrad. Hadits pertama yang kita bahas adalah hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu. Beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

كُتِبَ عَلَى ابْن آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَا مُدْرِكُ ذَلِكَ لا مَحَالَةَ : العَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ ، وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاسْتِمَاعُ ، وَاللِّسَانُ زِناهُ الكَلاَمُ ، وَاليَدُ زِنَاهَا البَطْشُ ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الخُطَا ، والقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى ، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ

“Dicatat bagi Bani Adam bagiannya dari perbuatan zina, yang pasti terkena pada setiap orang, dan tidak mustahil (untuk dihindari). Dua mata, zinanya adalah dengan melihat; dua telinga, zinanya adalah dengan mendengar; lisan, zinanya adalah dengan berbicara; tangan, zinanya adalah dengan memegang; kaki, zinanya adalah dengan melangkah; dan hati pun berkeinginan serta berangan-angan untuk berzina. Yang membuktikan atau mendustakannya adalah perbuatan dari kemaluannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini telah kita bahas pada pertemuan sebelumnya.

Selanjutnya, kita akan membahas hadits dari Imam An-Nawawi Rahimahullah Ta’ala, yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘Anhu. Beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah kalian duduk di tepi-tepi jalan.” Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, terkadang kami harus duduk di sana untuk berbincang-bincang.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Jika kalian enggan untuk meninggalkan duduk di jalan, maka berikanlah kepada jalan itu haknya.” Para sahabat bertanya, “Apa haknya jalan, wahai Rasulullah?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,

غَضُّ البَصَرِ ، وَكَفُّ الأَذَى ، وَرَدُّ السَّلاَمِ ، والأمرُ بالمَعْرُوفِ ، والنَّهيُ عنِ المُنْكَرِ

“Menundukkan pandangan, menahan diri dari menyakiti orang lain, menjawab salam, dan melakukan amar makruf nahi mungkar (yaitu apabila melihat kebaikan ditinggalkan, maka perintahkanlah untuk dikerjakan, dan apabila kalian melihat kemungkaran, maka cegahlah).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menjelaskan tentang adab-adab ketika duduk di jalan atau di tepi jalan. Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita melihat orang-orang duduk di gang atau sekitar tempat tinggal untuk berbincang-bincang.

Jalan memiliki hak, seperti halnya Allah, Rasulullah, orang tua, diri sendiri, istri, anak-anak, dan tetangga, semua memiliki hak. Begitu pula dengan jalan, ia juga memiliki hak yang harus dijaga.

Betapa indahnya Islam yang telah mengatur segala sesuatu, terutama tentang hak-hak, termasuk hak jalan. Jika kalian harus duduk di jalan, maka berikanlah hak jalan tersebut. Ada kewajiban yang harus dipenuhi ketika seseorang duduk di jalan, yaitu tempat lewatnya manusia. Para sahabat bertanya, “Apakah haknya jalan itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Hak jalan adalah, jika kalian harus duduk di sana untuk berbincang-bincang, maka yang pertama adalah menundukkan pandangan.”

Menundukkan pandangan adalah salah satu hak jalan. Karena di jalan, sering kali ada orang yang lewat, terkadang wanita, apalagi jika mereka tidak berhijab atau tidak menutup wajahnya. Oleh karena itu, perintah untuk menundukkan pandangan harus dilaksanakan. Ini bukan hanya sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tetapi juga perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ

Katakanlah kepada orang-orang yang beriman agar mereka menundukkan pandangan mereka. (QS. An-Nur [24]: 30).

Namun, sering kita mendengar orang berkata, “Aku mau keluar sebentar untuk mencuci mata.” Subhanallah, maksudnya adalah melihat sesuatu, padahal sebenarnya bukan mencuci mata, melainkan justru mengotori mata dengan melihat yang haram.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membolehkan duduk di jalan, tetapi dengan syarat bahwa hak jalan itu dipenuhi. Dan hak yang pertama adalah menundukkan pandangan.

Hadits ini menjelaskan kepada kita tentang kesempurnaan Islam, bahwa Islam telah mengatur segala sesuatu, dari hal yang besar hingga hal yang paling kecil. Sebagaimana Allah menyempurnakannya dalam firman-Nya:

… الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا…

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian, dan telah Kucukupkan kepada kalian nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam sebagai agama kalian” (QS. Al-Ma’idah [5]: 3).

Ayat ini menunjukkan bahwa nikmat terbesar adalah sempurnanya agama Islam. Oleh karena itu, Islam tidak menerima bid’ah-bid’ah baru dalam agama yang dibuat-buat oleh manusia, seperti cara-cara atau metode baru yang diada-adakan dalam agama, karena Islam sudah sempurna.

Adapun masalah duniawi yang bermanfaat bagi manusia dan kaum Muslimin, seperti penemuan-penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi, selama tidak melanggar syariat Allah dan Rasul-Nya, merupakan nikmat dan kemudahan dari Allah. Hal tersebut tidak bisa disebut sebagai bid’ah, kecuali bid’ah secara bahasa. Sedangkan bid’ah yang dimaksud dalam konteks agama adalah hal-hal baru yang ditambahkan dalam agama, seperti membuat zikir-zikir palsu atau menentukan bilangan tertentu untuk suatu bacaan yang tidak ada dasarnya dari Al-Qur’an dan hadits, karena Islam sudah sempurna.

Hadits ini juga memberikan pelajaran bahwa dalam kondisi tertentu, sesuatu yang semestinya dilarang dapat dibolehkan dalam keadaan darurat, sebagaimana dalam kaidah “Ad-dharuratu tubihul mahdhurat” (Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang).

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian kajian yang penuh manfaat ini.

Download MP3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54463-larangan-melihat-wanita-yang-bukan-mahram/